Skandal HGB Pagar Laut di Kabupaten Tangerang, Banten, telah menjadi sorotan publik. Masalah ini bermula dari penerbitan sertifikat HGB pada kawasan perairan sepanjang 30 kilometer yang belum mengalami reklamasi. Pemberian HGB yang dianggap cacat prosedur ini memicu pertanyaan tentang integritas Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan transparansi tata kelola tanah di Indonesia.
Hak Guna Bangunan (HGB) merupakan salah satu jenis sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN untuk mendukung pemanfaatan lahan tertentu. Namun, penerbitan HGB pada kawasan Pagar Laut Tangerang tampak tidak sesuai karena area tersebut masih berupa perairan. Kementerian ATR/BPN menemukan bahwa sertifikat ini diterbitkan melalui prosedur yang tidak memenuhi standar hukum.
Salah satu keanehan utama adalah alasan pemberian HGB pada area yang belum mengalami reklamasi. Menurut data Kementerian ATR/BPN, kawasan ini seharusnya masih berstatus perairan, sehingga tidak layak diberikan sertifikat HGB.
Prosedur pemberian HGB biasanya mengacu pada keberadaan lahan fisik. Namun, pagar laut sepanjang 30 kilometer ini belum diubah menjadi daratan melalui reklamasi. Hal ini memunculkan kecurigaan adanya manipulasi data atau pelanggaran prosedur.
Keluarga konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan dan Agung Sedayu Group disebut sebagai pihak yang memiliki kepentingan dalam kepemilikan HGB tersebut. Selain itu, beberapa pejabat BPN Tangerang, termasuk kepala seksi dan mantan kepala Kantor Pertanahan, sedang diperiksa untuk mengetahui peran mereka dalam kasus ini.
Presiden Prabowo menyatakan bahwa kasus ini harus menjadi prioritas untuk segera diselesaikan. Dalam pernyataannya, ia menegaskan pentingnya memeriksa seluruh pihak yang terlibat, baik dari kalangan pemerintah maupun swasta. Prabowo juga menegaskan bahwa reformasi agraria adalah salah satu agenda prioritas pemerintahannya. Ia menyampaikan bahwa setiap bentuk pelanggaran hukum terkait pertanahan harus dihentikan untuk mencegah ketimpangan dalam pengelolaan lahan di Indonesia. Komitmen ini sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Keputusan yang salah dalam pemberian HGB dapat merusak tata ruang di Kabupaten Tangerang. Rencana pembangunan yang tidak sesuai dengan kondisi geografis berisiko menciptakan konflik lingkungan dan sosial. Kasus ini juga mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan BPN. Masyarakat mengharapkan penanganan yang transparan agar kepercayaan dapat dipulihkan.
Skandal HGB Pagar Laut menunjukkan pentingnya tata kelola agraria yang transparan dan berintegritas. Dengan perbaikan regulasi dan langkah tegas dari pemerintah, diharapkan kepercayaan publik dapat kembali dibangun.