Permintaan akan bangunan bersertifikat hijau di Asia Pasifik semakin meningkat seiring dengan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan. Hal ini tidak hanya mencerminkan keinginan untuk lingkungan yang lebih bersih, tetapi juga sejalan dengan upaya untuk mencapai Net Zero Carbon (NZC) di seluruh kawasan.
Namun, meskipun permintaan meningkat, terdapat kesenjangan antara pasokan dan permintaan untuk bangunan bersertifikat hijau di Asia Pasifik. Analisis dari konsultan real estat global JLL menunjukkan bahwa hanya ada 2 sq.ft ruang rendah karbon yang sedang dikembangkan untuk setiap 5 sq.ft yang dibutuhkan hingga tahun 2028.
Hal ini menciptakan tantangan bagi penghuni yang ingin memiliki ruang kantor rendah karbon dalam beberapa tahun mendatang hingga 2030. Menurut JLL, sebanyak 87% dari pengguna bangunan yang disurvei di Asia Pasifik menginginkan portofolio yang terdiri dari 100% bangunan bersertifikat hijau pada tahun 2030, meningkat dari 4% saat ini.
Energi Terbarukan dan Desain Bangunan Interior
Selain itu, tren transisi ke energi terbarukan juga semakin kuat. Sebanyak 74% responden mengharapkan setengah dari kebutuhan energi mereka akan terpenuhi oleh energi terbarukan. Ini mengindikasikan bahwa bangunan tidak hanya akan menjadi konsumen energi pasif, tetapi juga kontributor aktif dengan menghasilkan energi terbarukan untuk kebutuhan sendiri.
Dijual Unit LRT City Royal Sentul Park Studio Plus Lantai 14 No. 21
Jl. Sentul Raya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Dijual Unit Apartment LRT City Royal Sentul Park Studio Plus Lantai 14 No 21 Tower 1A Non Furnished Unit Kosongan Luas unit 27 50 ...
Tantangan lainnya terletak pada rancang bangun interior yang seringkali diabaikan dalam upaya keberlanjutan. Saat ini, 65% penghuni menyebutkan investasi yang diperlukan untuk fit-out kantor sebagai salah satu tantangan terbesar mereka. Rancang bangun interior menyumbang sekitar sepertiga dari emisi, terutama karena kantor rata-rata mengalami perubahan interior setidaknya 20 kali dalam siklus hidupnya.
Teknologi dan Kinerja Bangunan Hijau
Dalam menghadapi tantangan ini, pengguna bangunan mulai menuntut data kinerja bangunan hijau yang lebih komprehensif. Mereka beralih ke teknologi keberlanjutan untuk otomatisasi pelacakan dan pelaporan data lingkungan, serta memanfaatkan kecerdasan buatan untuk meningkatkan efisiensi energi.
Namun, di tengah kemajuan ini, navigasi melalui peraturan dan pelaporan ESG yang kompleks tetap menjadi tantangan. Regulasi memainkan peran kunci dalam menilai kesesuaian dengan target iklim, dan pengguna perlu mengidentifikasi standar yang relevan dalam strategi ESG mereka.
Di Asia Pasifik, persaingan untuk mendapatkan aset yang berkelanjutan semakin ketat. Pengguna bangunan perlu menghadapi realitas ini dengan perencanaan yang kokoh di sepanjang rantai nilai real estat mereka. Kerjasama dengan pemilik tanah, investor, mitra teknologi, dan pemerintah kota menjadi kunci dalam mencapai tujuan keberlanjutan.